Minggu, 17 Maret 2013

LEBIH SUKA MASUK PENJARA


LEBIH SUKA MASUK PENJARA

Beliau Harun Ar Rasyid memiliki dua orang putra dari permaisurinya.Putranya bernama Al Amin dam Al Ma'mun Al Amin ternyata sangat bodoh dan pemalas. Sedang Al Ma'mun terkenal rajin dan pintar dalam bidang ilmu sastra. Raja sangat menyukai Al Ma'mun karena kepintarannya tersebut. Ini tentu membuat permaisuri tidak suka lantaran sang Raja dianggap pilih kasih. Padahal keduanya sama-sama putranya. "Suamiku kenapa Anda tidak begitu menyayangi Al Amin?", tanya permaisuri Zubaidah kepada sang Raja "Karena ia tidak bisa membuat syair dan tidak kenal ilmu sastra", jawab sang Raja"Suamiku, sebenarnya kalau mau Al Amin akan lebih menguasai ilmu sastra dari pada saudaranya. Sebenarnya ia lebih cerdas, hanya ia malas saja, ", kata permaisuri mencoba membela Al Amin "Apa buktinya?" "Baik, tidak lama lagi Anda akan melihat buktinya" Pada suatu siang sang permaisuri memanggil putranya Al-Amin, "Aku baru saja berdebat dengan ayahmu tentang dirimu, "kata sang permaisuri kepada putranya. "Aku tidak rela kamu dipandang sebelah mata dan dibanding-bandingkan dengan kakakmu. Karena itu kamu harus bisa menandinginya. Mulai sekarang kamu harus tekun belajar ilmu sastra, agar menjadi panyair yang hebat. " Sorenya Al Amin pergi meninggalkan istana menuju sebuah tempat yang sepi. Di tempat itulah ia mencoba mengasah pikirannya yang bebal. Ia berusaha menulis bait-bait syair tanpa seorang guru - tanpa bimbingan siapapun. Beberapa minggu kemudian setelah merasa mampu menguasai ilmu sastra dan menulis bait-bait syair, Al Amin kembali ke istana. "Jadi kamu sekarang sudah bisa menulis syair, putraku?", tanya sang permaisuri Zubaidah ketika menyambut kedatangan putranya tersebut dengan gembira. "Sudah!", jawab Al Amin. "Kalau begitu besok aku akan panggil Abu Nawas untuk menguji karya syairmu" Esoknya pagi-pagi sekali Abu Nawas sudah muncul di istana memenuhi panggilan sang permaisuri . "Abu Nawas coba kamu dengan karya syair putraku ini", kata sang permaisuri dengan bangga. "Baik, silahkan", kata Abu Nawas Al Amin lalu membacakan beberapa bait karya syairnya sebagai berikut: "Kami adalah keturunan bani Abbas.Kami duduk diatas kursi " Abu Nawas hampir tidak sanggup menahan tawanya mendengar syair tersebut. "Bagaimana?", tanya Al Amin kepada Abu Nawas. "Yah, begitulah. Kalian memang dari keturunan yang mulia ", jawab Abu Nawas ngeledek," Tapi coba teruskan " "Kami berperang Dengan pedang dan tombak pendek " "Syair macam apa itu!!!", celetuk Abu Nawas yang sudah tidak mau berbasa-basi lagi. Al Amin marah sekali mendengar cemooh Abu Nawas tersebut. Ia lalu menyuruh pasukan untuk menangkap dan memasukan Abu Nawas ke dalam penjara. Selama beberapa hari Abu Nawas tidak pernah muncul di istana, sehingga Raja Harun Ar Rasyid merasa rindu. Belakangan sang Raja mendengar kabar bahwa Abu Nawas dimasukkan penjara oleh Al Amin. Ia kemudian mengajak putranya ke penjara untuk menjenguk Abu Nawas. "Kenapa kamu memenjarakannya?", tanya sang Raja. Al Amin kemudian menceritakan semuanya. "Yang sangat menyakitkan ia telah berani mencemooh syair karyaku, ayahanda", kata Al Amin "Tentu saja karena memang karya syairmu jelek. Dia itu kan memang penyair hebat. Jadi bisa menilai mana karya syair yang bagus dan yang tidak bagus. Lagi pula apa yang ia katakana itu jangan kamu anggap sebagai ejekan, melainkan sebuah kritikan yang harus kamu terima dengan lapang dada ", kata sang Raja menasehati. "Baik, kalau begitu beri aku kesempatan lagi untuk memperbaiki karya syairku", kata Al Amin sambil beranjak pergi.Untuk kedua kalinya Al Amin pergi ke tempat yang sepi guna mengasah pikiran dan mendalami ilmu sastra agar bisa menulis syair yang benar-benar bagus. Beberapa pekan kemudian ia sudah pulang ke istana. Esoknya pagi-pagi sekali beliau Raja Harun Ar Rasyid, Abu Nawas serta beberapa penyair sudah berada di istana. Rupanya pertemuan tersebut sudah diatu oleh sang permaisuri Zubaidah. Ia ingin mereka mendengar karya syair putranya yang baru saja pulang mendalami ilmu sastra. "Dengarkan karya syair putraku Al Amin", kata sang permaisuri Zubaidah. "Baik, silahkan", kata Abu Nawas Al Amin lalu membacakan beberapa bait karya syairnya sebagai berikut:" hai binatang yang duduk bersimpuh Rasanya tidak ada yang setolol kamu Kamu seperti hidangan kinafah Yang diolesi dengan minyak biji hardal dan minyak sapi yang kental Seperti warna seekor kuda belang " Begitu selesai mendengar syair tersebut Abu Nawas langsung bangkit dan hendak berlalu dari tempatnya. "Kemana kamu Abu Nawas? ", tanya sang Raja Harun Ar Rasyid. "Saya lebih suka balik ke penjara saja, dari pada mendengar syair macam ini. Toh sebentar lagi putramu ini pasti akan menyuruh pengawal untuk membawaku kembali ke penjara ", jawab Abu Nawas. Raja tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban Abu Nawas itu. Sementara sang permaisuri Zubaidah hanya bisa duduk bengong. Kini ia sadar dan yakin bahwa putranya Al Amin memang bodoh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar